MAKALAH
PEMIKIRAN IBNU RUSYD DALAM
KHASANAH INTELEKTUAL ISLAM
XI IIS 1
DISUSUN OLEH :
1. ACHMAD
MAHENDRA (01)
3. HERWINDRA
A. (13)
4. M.
IKMAL (21)
5. PURBAWATI
CATUR Y. (25)
6. RICO
OKIANA (28)
7. TITIS
WAHYU U. (34)
8. DWI
ASTUTIK (39)
Tahun Ajaran 2014/2015
SMA NEGERI 1 GARUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN MAKALAH
Makalah
dengan judul Pemikiran Ibnu Rusyd dalam khasanah Intelektual Islam oleh
Kelompok II telah diperiksa dan disetujui oleh guru mata pelajaran PAI pada
tanggal 21 November 2014.
Blitar,
21 November 2014
Menyetujui
Guru
Mata Pelajaran PAI
Abd.
Rahman Effendi, S.Th.I.,M.Hum
Kata Pengantar
Assalamualikum
Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan
makalah guna memenuhi tugas mata pelajaran agama islam ini dapat selesai sesuai
dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu
mengiringi namun atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari orang tua, guru
pembimbing dan teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu akhirnya
semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat teratasi.
Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memenuhi
tugas mata pelajaran agama di semester I dan sebagai informasi serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai Pemikiran
Ibnu Rusyd dalam Khasanah Agama Islamdengan perkembangan zaman yang terjadi
pada saat ini. Adapun metode yang kami ambil dalam penyusunan makalah ini
adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai kajian.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
sebagai pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.
Garum,
21 November 2014
Tim
Penyusun
Daftar Isi
1.
Lembar
Pengesahan
2.
Kata
Pengantar
3.
Daftar
Isi
4.
Motto
5.
BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
D. Manfaat
Penulisan
6.
BAB
II PEMBAHASAN
A. Biografi
Ibnu Rusyd
B. Karya
Ibnu Rusyd
C. Kontribusi
Pemikirannya
D. Reflekesi
1) Relevansi
karya dan pemikirannya untuk perkembangan ilmu pengetahuan
2) Relevansi
karya dan pemikirannya dalam memajukan ajaran Islam
3) Kontekstualisasi
karya dan pemikirannya dalam era modern (saat ini)
7.
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8.
Daftar
Pustaka
Motto
Belajar dari pengalaman masa lalu,menjadikan
kita lebih bijaksana di masa yang akan datang.(Titis )
BAB
I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Ibnu Rusyd mempunyai semangat yang
tinggi dalam keilmuwan sehingga pada masa dinasti Al Muwahidiah yang dipelopori
oleh Ibnu Tumart yang menyebut dirinya sebagai Al-Mahdi. Dia berupaya untuk
meniru golongan Fatimiyah yang berhasil mendirikan kekaisaran Mesir dalam hal
semangat memajukan filsafat mereka. Penafsiarn mereka tentang segala keilmuwan
sungguh hebat khususnya bidang astronomi dan astrologi. Tiga orang pewarisnya,
dari golongan Al-Muwahidiah, ‘abd Al-Mu’min, Abu Ya’qub dan Abu Yusuf yang
pernah mengajari Ibnu Rusyd disebabkan semangat mereka dalam berilmu dan
berfilsafat.
Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat
kedudukan yang baik dari Khalifah Abu Yusuf al-Mansur (masa kekuasaannya
1184-1194 M), sehingga pada waktu itu Ibnu Rusyd menjadi raja semua pikiran, tidak
ada pendapat kecuali pendapatnya, dan tidak ada kata-kata kecuali kata-katanya.
keadaan tersebut segera berubah sebagai akibat fitnahan dan tuduhan telah
keluar dari Islam yang dilancarkan oleh golongan penentang filsafat, yaitu para
fuqaha masanya. Beruntung pengasingan tersebut tidak berlangsung lama, Khalifah segera berdamai denganya dan
mengizinkanya untuk melanjutkan study filsafat, sesuatu yang tentu membuat Ibnu
Rusyd riang gembira. Pada 1198, Ibnu Rusyd wafat pada usia 72 tahun.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana
riwayat hidup Ibnu Rasyd ?
2. Apa
saja karya dari Ibnu Rasyd ?
3. Bagaimana
kontribusi pemikiran Ibnu Rasyd ?
4. Bagaimana
refleksi karya dan pemikirannya untuk ilmu pengetahuan ?
5. Bagaimana
refleksi karya dan pemikirannya untuk ajaran islam ?
6. Bagaimana
kontekstualisasi karya dan pemikirannya dalam era modern (saat ini) ?
C.
Tujuan
Penulisan
Penulisan ini memilki
tujuan sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui riwayat hidup Ibnu Rasyd.
2. Untuk
mengetahuikarya dari Ibnu Rasyd.
3. Untuk
mengetahuikontribusi pemikiran Ibnu Rasyd.
4. Untuk
mengetahuirefleksi karya dan pemikirannya untuk ilmu pengetahuan.
5. Untuk
mengetahuirefleksi karya dan pemikirannya untuk ajaran islam.
6. Untuk
mengetahuikontekstualisasi karya dan pemikirannya dalam era modern (saat ini).
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah
ini adalah:
1. Untuk
memenuhi tugas mata pelajaran agama islam.
2. Untuk
menambah ilmu pengetahuan .
3. Untuk
menambah wawasan tentang Ibnu Rusyd dan kehidupannya sebagai filosof.
4. Untuk
bahan diskusi dan belajar kelompok.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya Muhammad bin Ahmad
bin Muhammad Ibn Rusyd gelarnya Abul
Walied, nama panggilannya Ibn Rusyd
kelahiran Cordova pada tahun 520
H / 1126 M, di kota Cordova ibu kota Andalusia wilayah ujung barat benua
Eropa. Ia berasal dari kalangan
keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di
Andalusia (Spanyol). Ibn Rusyd adalah seorang filosof Islam terbesar yang dibelahan barat dunia di Eropa
pada zaman pertengahan dengan sebutan “Averrois”.
Keluarga Ibn Rusyd sejak dari
kakeknya, tercatat sebagai tokoh keilmuan. Kakeknya menjabat sebagai Qadhi di Cordova dan meninggalkan karya-karya
ilmiah yang berpengaruh di Spanyol, begitu pula ayahnya. Maka Ibn Rusyd dari
kecil tumbuh dalam suasana rumah tangga dan keluarga yang besar sekali
perhatiannya kepada ilmu pengetahuan. Ia mempelajari kitab Qanun karya Ibn Sina
dalam kedokterandan filsafat di kota kelahirannya sendiri.
Keluarga Ibn Rusyd yang besar mengutamakan ilmu
pengetahuan yang meruapakan salah satu faktor yang ikut melempangkan jalan
baginya menjadi ilmuan. Faktor lain bagi
keberhasilannya adalah ketajaman berpikir dan kejeniusan otaknya, oleh karena
itu tidaklah mengherankan jika ia dapat mewarisi sepenuhnya intelektualitas
keluarganya dan berhasil menjadi seorang sarjana yang menguasai berbagai
disiplin ilmu, seperti hukum, filsafat, kedokteran, astronomi, sastra arab dan
lainnya.
Ibn Rusyd dipandang sebagai pemikir
yang sangat menonjol pada periode perkembangan filsafat Islam mencapai
puncaknya. Keunggulannya terletak pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang
luas serta pengaruhnya yang besar terhadap perkembangan pemikiran di Barat.
Filsafatnya merembes dari Andalusia (Spanyol) ke seluruh negeri-negeri Eropa,
dan itulah yang menjadi pokok pangkal kebangkitan bangsa-bangsa Barat.
Pada tahun 1169 M. Ibn Tufail membawa Ibn Rusyd (ketika itu
umurnya 43 tahun) kehadapan sultan yang berpikiran maju dan memberi perhatian
kepada bidang ilmu, yaitu Abu Ya’qub Yusuf,yang memberinya tugas untuk
menyeleksi dan megoreksi berbagai syarah (komentar) dan tafsir karya-karya
Aristoteles, sehingga ungkapan-ungkapannya lebih kena dan bersih dari banyak
cacat, karena keteledoran transkrip maupun kekeliruan para penulis sejarah dan
penafsir lainnya.
Ketika Ibn Tufail memasuki usia
senja tahun 1182 M., Ibn Rusyd (dalam usia
56 tahun) menempati jabatan
sebagai dokter pribadi Sultan Ya’qub di istana Marakish.
Sebagai seorang filosof pengaruhnya dikalangan
istana tidak disenangi oleh kaum ulama dan fukaha. Bahkan ia dituduh membawa
filsafat yang menyeleweng dari ajaran –ajaran Islam, Sebagai akibatnya ia
ditangkap dan dan diasingkan ke suatu tempat bernama Lucena daerah Cordova
Tindakan kaum ulama dan fukaha
tidak hanya sampai di situ, bahkan membawa pengaruh yang menyebabkan kaum
filosof tidak disenangi lagi. Semua buku Ibn Rusyd diperintahkan untuk dibakar,
kecuali mengenai ilmu-ilmu kedokteran, matematika dan astronomi. Ia pun
diumumkan keseluruh negeri sebagai penyeleweng dan menjadi kafir. Setelah Ibn
Rusyd dipindahkan ke Maroko dan
meninggal di sana pada tahun 1198 dalam
usia 72 tahun.
B.
Karya
Ibnu Rusyd
Sejarah mencatat bahwa Ibn Rusyd
adalah seorang sarjana yang sangat produktif. Ia rajin menimba ilmu dan
mengamalkannya, membaca dan mengarang, sehingga tak satu malam pun berlalu
tanpa guna, kecuali hanya dua malam saja, yaitu hari meninggal ayahnya dan
malam perkawinannya.
Ia menulis sejak usia 34 tahun
(usia paling pruduktif, tak menafikan bahwa beliau sudah menulis sebelum usia
itu—pen.)dan tak pernah berhenti hingga menjelang wafatnya. Adalah Ernest
Renan, setelah menjelajah ke berbagai perpustakaan Eropa, menemukan daftar
karya-karya Ibn Rusyd di perpustakaan Escurial, Madrid yang berjumlah 78 buku
yang terperinci sebagai berikut :
28 buah dalam ilmu falfafat
20 buah dalam ilmu kedokteran
8 buah dalam ilmu hukum (fiqih)
5 buah dalam ilmu teologi (kalam)
4 buah dalam ilmu perbintangan
(astronomi)
2 buah dalam ilmu sastra Arab
dan 11 buah dalam berbagai ilmu.
Karya-karya tersebut hanya sedikit
yang sampai ke tangan kita, sebagian lagi sudah diterjemahkan ke bahasa Latin
dan Yahudi.
Di antara karangan-karangan dalam soal filsafat yang
tercatat oleh Poerwantana adalah :
1. Tahafut Al-Tahafut
2. Risalah fi Ta’alluqi Ilmillahi an
‘Adami Ta’alluqihi bi Al-Juz’iyyat
3. Tafsir Ma ba’da al-Thabiat
4. Fasl Al-Maqal fi Ma baina Al-Hikmah
wa Al-Syari’ah min Al-Ittishal
5. Al-Kasyfu an Manahij Al-Adillah fi
Aqaid Ahli Al-Millah
6. Naqdu Nadzariyat Ibn Sina an
Al-Mumkin
7. Risalah fi Al-Wujud Azali wa Al-Wujud
Muaqqat
8. Risalah fi Al-Aqli wa Al-Ma’qul.
Bidang Kedokteran
1. Kitab Al-Kulliyat (Culliyat
Generalis)
2. Syarh Urjuzat Ibn Sina fi Al-Thib
(Comentary sur le Poeme Medical d’Ibn Sina Appele Ajuza)
3. Al-Tiryaq (De la Theriaque)
4. Risalah Al-Mufradat (De Simplicibus)
5. Fi Al-Mijazi Al-Mu’tadil (De
Temperamenst Equx un Traite)
Bidang Fiqh
1. Bidayat Al-Mujtahid wa Al-Nihayat
Al-Muqtashid
2. Mukhtashar Mustashfa bi Ushul Al-Fiqh
3. Al-Da’awi
4. Durus fi Al-Fiqh
5. Kitab Al-Kharaj
Bidang Politik
1. Jawami’ Siyasiyat Aflathun
2. Talkhis Kitab Al-Ahlaq ila Niqumakhus
3. Al-Kharaj
4. Syarkh Aqidat Al-Imam Mahdi
5. Makasib Al-Muluk wa Murabina
Al-Muharram
Memperhatikan buku-buku di atas,
maka karya-karya Ibnu Rusyd dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan;
komentar, kritik dan pendapat. Adapun komentar terbagi ke dalam tiga kategori;
singkat (summary, jami’), sederhana (resume, talkhis), dan luas (comentary,
syarh, tafsir).
C.
Kontribusi
Pemikiran Ibnu Rusyd
1. Penyelarasan
Filsafat dan agama
Dalam pendapatnya Ibn Rusyd
menyatakan bahwa filsafat tidak bertentangan dengan Islam. Bahwa orang Islam
diwajibkan atau paling tidak dianjurkan mempelajarinya. Tugas filsafat tidak
lain ialah berpikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua yang ada.
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menghimbau agar mempelajari filsafat.
Untuk menghindari adanya pertentangan
antara pendapat akal serta filsafat di satu sisi dan teks Al-Qur’an disisi yang
lain, Ibn Rusyd menandaskan bahwa teks Al-Qur’an hendaknya diberi interpretasi
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pendapat akal melalui jalan ‘ta’wil. Hal
serupa menurutnya telah dilakukan oleh ulama fiqih dalam masalah hukum. Jadi,
filosuf pun boleh dan berhak melakukannya.
Ibn Rusyd juga menyetujui pendapat
bahwa Al-Quran mempunyai makna batin di samping makna lahir yang umum
diketahui. Sebab dalam kenyataan memang manusia memiliki naluri dan kemampuan
yang berbeda. Makna batin hanya dapat diselami oleh ahli pikir dan filosuf dan
tak mampu dicerna kaum awam.
Wahyu dibagi
kedalam tiga bentuk makna yang terkandung didalamnya yaitu :
• Teks yang maknanya dapat difahami dengan tiga
metode yang berbeda (metode retorik, dialektik dan demonstratif)
• Teks yang maknanya hanya dapat diketahui dengan
metode demonstrasi. Makna yang terkandung dalam teks ini terdiri dari:
a) makna dzahir, yaitu teks yang
mengandung simbol-simbol (amtsal) yang dibuat untuk menerangkan idea-idea yang
dimaksud.
b) makna batin, yaitu teks yang
mengandungi idea-idea itu sendiri dan hanya dapat difahami oleh yang disebut
ahli al-burhan.
• Teks yang bersifat ambiguos antara dzahir dan
batin. Klassifikasi teks wahyu ini juga merujuk kepada kemungkinan untuk dapat
difahami dengan akal.
Maka itu ia memahami istilah
“ta’wil” sebagai penafsiran dan penjelasan ucapan, ia tetap menekankan pada
kesesuaiannya dengan makna dzahir dari lafadz ucapan itu. Dalam pandangannya
perkataan dzahir yang dapat difahami dari lafadz bermacam-macam bentuknya, ada
yang menurut konteksnya dan ada pula yang difahami sesuai dengan ikatan-ikatan
yang ada didalamnya.
Untuk itu, Ibnu
Rusyd menetapkan tiga syarat, agar ta’wil itu dapat diterima:
1) menjaga
agar lafadz itu sesuai dengan makna yang terdapat dalam Bahasa Arab dan maksud
al-syari’ serta tidak memahami dengan makna lain.
2) menjaga
agar maknanya sesuai dengan yang dimaksudkan oleh pembicara dalam konteks
lafaznya.
3) memperhatikan
“mustawa al-ma’rifi” (tingkatan nalar dan pengetahuan) kepada siapa “ta’wil”
itu dihadapkan.
Oleh itu kita tidak boleh
menta’wilkan lafadz-lafadz al-Qur’an dengan sesuka hati tanpa mengkaji maksud
yang sesungguhnya sesuai dengan konteks masing-masing lafadz.
2. Filsafat
Jiwa.
Seperti halnya Aristoteles, Ibn
Rusyd juga membagi manusia atas dua unsur, materi dan bentuk (forma). Materi
adalah jasad, adapun bentuk adalah jiwa. Jiwa merupakan kesempurnaan pertama
bagi jasad.
Jiwa terbagi
atas lima bentuk, yaitu:
a. Jiwa Nabati (an-nafs an-nabatiyah), yang
mempunyai daya-daya: makan/minum, tumbuh dan berkembang biak.
b. Jiwa Inderawi (an-nafs al-hassah), yang memiliki
daya melihat, mendengar, mencium, merasa, dan meraba.
c. Jiwa Keinginan (an-nafs an-nuzu’iyyah) yang
mempunyai daya mengingini sesuatu yang disenangi dan berpaling dari yang tidak
disukai.
d. Jiwa Khayali (an-nafs al-mutakhayyilah), yang
mempunyai daya-daya menghayal apa-apa yang telah didapat panca indera.
e. Jiwa Penalaran (an-nafs an-nathiqiyah) yang
memiliki daya untuk menanggapi hal-hal yang abstrak yang telah lepas dari
materi.
Jiwa yang dimiliki tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan manusia adalah jiwa nabati. Jiwa inderawi dan jiwa keinginan
dipunyai hewan dan manusia. Adapun yang khusus diperuntukkan manusia adalah
jiwa khayali dan jiwa penalaran.
Dengan jiwa khayali, manusia dapat
memproduksi apa yang telah dicapai oleh inderanya dalam bentuk ketidakpastian.
Sedangkan dengan jiwa penalaran, manusia dapat mencapai pengetahuan-pengetahuan
positif.
Jiwa penalaran mempunyai dua
bagian, akal teoritis dan akal praktis. Akal praktis merupakan suatu daya yang
dipergunakan setiap orang dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya yang
praktis. Sedangkan akal teoritis merupakan daya nalar yang banyak tertuang pada
hal-hal yang abstrak dan dia lebih bersifat ilahiyah. Oleh sebab itu jiwa akal
teoritis ini diaktifkan, ia akan dapat berhubungan dengan akal fa’al.
Dalam usaha mencapai kebenaran, Ibn
Rusyd menempuh metode penggunaan nalar (rasional) ketimbang Al-Ghazali yang
memilih jalan intuisi (mistikal).
3. Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, Ibnu Rusyd
berpendapat bahwa Allah adalah Penggerak Pertama (muharrrik awal). Sifat
positif yang dapat diberikan kepada Allah ialah “Akal” dan “Ma’qul”. Wujud
Allah ialah Esa-Nya. Wujud dan ke-Esaan-Nya tidak berbeda dari Zat-Nya.
Konsepsi Ibnu Rusyd tentang
ketuhanan jelas sekali merupakan pengaruh Aristoteles, Plotinus, Al-Farabi, dan
Ibnu Sina, disamping keyakinan agama Islam yang dianutnya. Mensifati tuhan
dengan “Esa” merupakan ajaran Islam, tetapi menamakan Tuhan sebagai Penggerak
Pertama tidak pernah dijumpai dalam pemahaman Islam sebelumnya, hanya ditemukan
dalam filsafat para tokoh di atas.
Ibnu Rusyd
menerangkan dalil-dalil yang meyakinkan :
a. Dalil inayah al-ilahiyah
(pemeliharaan Tuhan). Dikemukakan bahwa alam
ini seluruhnya sangat teratur dan sesuai dengan kehidupan manusia. Persesuaian
ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, tetapi menunjukkan adanya pencipta
yang bijaksana. Ayat suci yang mendukung dalil ini diantaranya Q.S.
Al-Naba’/78: 6-7.
b. Dalil
Ikhtira’ (dalil ciptaan). Termasuk dalam dalil
ini ialah wujud segala macam hewan, tumbuh-tumbuhan, langit, dan bumi. Segala
yang maujud di alam ini adalah diciptakan. Segala yang diciptakan harus ada yang
menciptakan, yakni Sang Pencipta. Ayat pendukung dalil ini antara lain Q.S.
Al-Hajj/22: 73.
c. Dalil Harakah
(gerak). Alam semesta ini bergerak dengan suatu
gerakan yang abadi. Gerakan tersebut menunjukkan adanya penggerak pertama yang
tidak bergerak dan bukan benda, yakni Tuhan.
Dalil pertama dan kedua disepakati
oleh semua pihak sesuai dengan syariat. Dalil-dalil tersebut sesuai pula dengan
teori filsafat. Adapun dalil ketiga ialah dalil yang pertama kali dicetuskan
oleh Aristoteles yang kemudian dipergunakan Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd
sendiri.
4. Kekadiman dan
Kekekalan Alam
Pendapat para filosuf bahwa alam
kekal dalam arti tidak bermula tak dapat diterima kalangan teologi Islam, sebab
menurut konsep teologi mereka, tuhan adalah Pencipta, yang mengadakan sesuatu
dari tiada (cretio ex nihilo). Kalau alam dikatakan tidak bermula, berarti alam
bukanlah diciptakan, dan tuhan bukan pencipta. Pendapat ini membawa kekufuran.
Demikian Al-Ghazali berargumen.
Ibnu Rusyd menilai pendapat creatio
ex nihilo, tidak mempunyai dasar yang kuat. Tidak ada ayat yang mengatakan
bahwa tuhan pada mulanya berwujud sendiri, tidak ada wujud lain selain-Nya.
Kemudian barulah Ia mencipta alam.
Surat Fushilat : ayat 11 ;
dikatakan bahwa Tuhan menciptakan 2 bumi dalam 2 masa menghiasi bumi dengan
gunung dan diisi dengan berbagai macam makanan, kemudian Tuhan naik ke langit,
yang masih merupakan uap, sehingga dita’wilkan langit tercipta dari uap.
Surat al-Anbiya’ : ayat 30 ;
dikatakan bahwa bumi dan langit pada mulanya adalah satu unsur yang sama,
kemudian dipecah menjadi dua benda yang berlainan.
Untuk menengahi bahwa alam itu
qodim, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa sebenarnya antara Filosof dan ahli Syari’ah
telah sepakat bahwa ada tiga macam “wujud” (yang berkaitan dengan hal ini) :
• Wujud baru (karena sebab sesuatu) Dari sesuatu
yang lain, dan kerena sesuatu. Yakni zat pembuat dari benda, ini adalah benda
yang kejadiannya bisa terlihat oleh panca indra, seperti terjadinya air, udara,
bumi, hewan, tumbuh-tumbuhan, dsb.
• Wujud Qodim (tanpa sebab sesuatu) yaitu wujud yang
bukan dari sesuatu, tidak karena sesuatu, dan tidak didahului oleh zaman. Wujud
ini tidak dapat diketahui dengan bukti-bukti fikiran, seperti “Tuhan”
• Wujud Antara (Wujud diantara kedua wujud ini)
wujud yang bukan dari sesuatu, dan tidak didahului oleh zaman, tetapi wujud
karena sesuatu (yaitu zat pembuat), wujud itu adalah “alam dan keseluruhan.
5. Pengetahuan
Tuhan terbatas Pada Yang Universal
Oliver Leaman menulis, Ibnu Rusyd
sebenarnya kurang sependapat dengan pemikiran Ibnu Sina yang menyatakan bahwa
Tuhan mengetahui segala sesuatu di alam ini melalui pandangan-Nya yang tajam
dengan hanya sekali ”kedipan”. Dalam komentarnya dalam Metaphysics Lambda ia
mengkritik pendekatan indentifikasi pengetahuan Tuhan dengan pengetahuan
universal. Ibn Rusyd ingin mengambil jarak dari pendapat umum para filosuf yang
berpandangan bahwa pengetahuan partikular Tuhan masuk dalam pengetahuan
universal-Nya. Sebaliknya ia berpendapat Tuhan mengetahui segala yang ada
(termasuk yang partikular) sejak esensi-Nya menyebabkan eksistensi segalanya.
Ia mengambil contoh bahwa kita
mengetahui hubungan antara api dan panasnya. Kita tahu apa yang yang
menyebabkan panas dan apa yang dinamakan panas. Pengetahuan semacam ini tidak
dapat disebut pengetahuan universal maupun partikular.
6. Pengingkaran
Kebangkitan Jasmani.
Para Filosuf yang mengatakan bahwa
di akhirat manusia akan dibangkitkan kembali dalam wujud rohani, tidak dalam
wujud jasmani adalah kafir. Pendapat Al-Ghazali ini didasarkan pada banyaknya
ayat Al-Qur’an yang yang jelas dan tegas menyatakan bahwa manusia akan
mengalami pelbagai kenikmatan jasmani di dalam surga atau kesengsaraan jasmani
di neraka. Ajaran Al-Qur’an dalam hal ini tidak dapat ditakwilkan.
Meskipun Ibnu Rusyd cenderung
berpendapat bahwa kebangkitan di akhirat nanti dalam bentuk ruhani
saja--menurutnya kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan jiwa bukan jasmani
,namun ia tidak menafikan kemungkinan kebangkitan jasmani bersama-sama ruhani.
Kalaupun kebangkitan ukhrawi tersebut dalam bentuk fisik, dimana ruh-ruh akan
menyatu dengan jasadnya sebagaimana keadaannya di dunia, tetapi jasad tersebut
bukanlah jasad yang ada di dunia, sebab jasad duniawi telah hancur dan lenyap
sehingga mustahil untuk kembali.
Namun sebenarnya, kata Ibnu Rusyd,
Al-Ghazali pada akhirnya mengakui bahwa kebangkitan ukhrawi hanya bersifat
ruhani saja. Pengakuan ini ia sampaikan dalam bukunya yang bertopik kesufian.
Dengan demikian batallah tuduhan pengkafiran kaum filosuf.
D.
Refleksi
Pemikiran Ibnu Rusyd
1)
Relevansi
karya dan pemikirannya untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd yang
mengedepankan rasionalitas dalam memahami segala macam peristiwa, pada masa
sekarang ini sebenarnya sangat relevan untuk digunakan pada umat Islam dewasa
ini. Karena tidak dapat dipungkiri umat Islam mayoritas sekarang ini merupakan
umat Islam yang tertinggal dengan umat-umat yang lain dan hanya bisa menjadi
konsumen saja. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Rusyd bahwa
Seorang muslim harus menggunakan akalnya agar tidak terbelakang.
Jika umat Islam yang dewasa
ini ingin mendapatkan inspirasi untuk
bangkit dari keterpurukan sejarah ini. Tidak apa-apalah kita mencontoh
peradaban-peradaban dan teknologi-teknologi yang berkembang di Negara-Negara
Maju walaupun Negara-Negara tersebut bukan Negara yang penduduknya mayoritsa
beragama Islam. Karena pada dasarnya negar-negara Barat mengalami kebangkitan
juga karena terinspirasi oleh pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd dan kemajuan
peradaban-peradaban Islam pada masa itu. Ini seperti apa yang ditulis Ibnu
Rusyd dalam kitab Fashl al Maqal fi ma bayna al-hikmah wa asy-syariah min
al-Ittisal yaitu “jika kita menemukan kebenaran dari mereka yang berbeda agama,
kita mesti menerima dan menghormatinya”.
Jadi menurut kami amat sangat
relevan jika pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd dapat diterapkan pada umat Islam
dewasa ini. Karena pemikiran-pemikiran ibnu Rusyd dapat menjadi solusi bagi
bangkitnya peradaban Islam dari zaman keterpurukan (dark age).
2)
Relevansi
karya dan pemikirannya dalam memajukan ajaran Islam.
Stigma yang diterima umat Islam dari Barat pada masa
kini bahwa Islam adalah ajaran yang mengajarkan kekerasan, menghalalkan
pertumpahan darah, suka menghunus pedang, gila perang, terorisme ini terbentuk
hanya karena peristiwa-peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh oknum umat Islam
akan tetapi bukanlah umat Islam dan ajarannya. Sudah terang benderang
dijelaskan bahwa Islam itu merupakan agama yang mengajarkan rahmatan lil
‘alamin akan tetapi hanya karena segelintir orang atau kelompok yang
mengatasnamakan Agama Islam menjadikan barat melabeli Islam sebagai Agama
teroris, seperti yang dilakukan oleh Osama Bin Laden dan kelompok Al-Qaida yang
membumi hancurkan gedung WTC atau kelompok Amrozi yang meledakkan Bali dengan
Bomnya dan lain Sebagainya.
Islam yang ideal itu adalah Islam yang seperti di masa
Ibnu Rusyd, di mana saat itu Umat Islam amat sangat berjaya, memiliki peradaban
dan ilmu pengetahuan yang maju. Pada masa itu Islam merupakan inspirasi dari
kebangkitan Bangsa barat dari keterpurukannya. Di mana pada saat itu banyak
bangsa-bangsa barat yang mengirimkan orang-orangnya untuk belajar di
Universitas-Universitas Islam seperti Universitas milik Ibnu Rusyd dan
sebagainya. Karya-karya umat Islam juga banyak diterjemahkan oleh bangsa-bangsa
Barat. Islam pada masa ini mengedepankan rasionalitas dan intelektual dalam
menjelaskan segala sesuatu fenomena baik itu dalam konteks Agama maupun dalam
konteks non-agama sehingga hal ini menjadi hal yang dicontek oleh Bangsa-bangsa
barat yang mengambil filsafat Ibnu Rusyd yang Rasional sehingga hal ini pada
akhirnya memicu rennaisnce dan pada akhirnya terjadi sekularisme antara
kekuasaan negara dan kekuasaan gereja.
Maka dari itu, untuk memajukan Islam dewasa ini di
mata dunia barat yang melabeli kita sebagai terorisme, kita harus membuktikan
diri bahwa pandangan-pandangan mereka mengenai Islam sebagai agama kekerasan
dan terorisme itu adalah salah besar. Cara pembuktiannya kalau menurut kami
dengan mengembangkan kemampuan filsafat umat Islam yang cenderung mandek.
Selain itu kita juga harus meniru kemajuan kemajun bangsa-bangsa Barat dan
negara-negara maju yang penduduknya bukan mayoritas Islam baik dalam segi
teknologinya, ilmu pengetahuannya dan sebagainya yang sifatnya positif.
3)
Kontekstualisasi
karya dan pemikirannya dalam era modern (saat ini).
Dalam konteks sekarang ini, Negara Islam yang paling
menonjol adalah Negara Republik Islam Iran yang menjadi ancaman bagi dunia
dunia barat arena mengembangkan proyek pengayaan uranium untuk tenaga Nuklir
mandiri. Kenapa Iran bisa begitu maju sekaligus ditakuti oleh duni Barat?
Karena Iran sebagai negara yang mayoritsnya Syiah itu mengedepankan ilmu
pengetahuan dan rasionalitas akan tetapi sikap tegas dan agresif untuk melawan
itu yang tidak disukai oleh dunia Barat sehingga menimbulkan ketakutan
sekaligus kecurigaan bahwa Iran akan membuat senjata nuklir.
Kami senang dengan perkembangan Iran akan tetapi
menurut kami Islam yang cenderung relevan dengan islam dewasa ini adalah Islam
yang teknologi dan ilmu pengetahuannya kembali berkembang seperti pada masa
Ibnu Rusyd dan seperti yang dikatakan Ibnu Rusyd kita harus menerima kebenaran
dan menghormatinya walaupun itu dari yang berbeda agama. Jadi mengembalikan
Islam ke masa kejayaannya kembali
menurut saya dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai
toleransi dan saling berbagi ilmu walaupun oleh yang berbeda agama.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika mau
menilai dengan jujur, maka usaha pendamaian agama dan filsafat yang dilakukan
Ibnu Rusyd melebihi upaya yang dilakukan para filosof Muslim seperti al_kindi,
al-Farabi dan lain-lain. Dalam rumusannya terlihat, perpaduan utuh kebenaran
agama dan filsafat dengan argumentasi yang kokoh dan sepenuhnya berangkat dari
ajaran agama Islam. Dengan keunggulan itu, Ibnu Rusyd mampu mematahkan
“serangan” Al-Ghazali dengan cara yang lebih tajam dan jelas.
Maka dari
itu terlihat sikap tegas, jujur, terbuka dan penguasaan serta kedalaman ilmu
pengetahuan pada diri Ibnu rusyd. Dari sikap dan pandangannya demikian pula
kemudian Ibnu Rusyd terlihat seorang filsuf Islam yang paling dekat pandangan
keagamaannya dengan golongan orthodoks. Dan dari riwayat hidupnya diketahui
bahwa diantara filsuf Islam, tidak ada yang menyamainya dalam keahliannya dalam
bidang fiqh Islam.
B.
Saran
Tentunya makalah ini banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kririk dan sarannya dari berbagai pihak manapun. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Dan mudah-mudahan
dapat dijadikan referensi untuk menambah khasanah keilmuan kita. Amin…
Daftar
Pustaka
http://bentukdanisi.blogspot.com/2012/07/esai-sejarah-peradaban-islam-bagian.html
http://www.academia.edu/8931524/Ibnu_Rusyd_Pemikiran_Ibnu_Rusyd_terhadap_agama_syariat_dan_filsafat_serta_komentarnya_terhadap_pemikiran_filsafat_al-Ghazali
http://sejarahparatokoh.blogspot.com/2010/12/ibnu-rusyd.html
http://syafieh.blogspot.com/2013/05/pemikiran-filsafat-islam-ibnu-rusyd.html
Abidin,
Zainal, Ahmad, Riwayat Hidup Ibnu Rusyd, Filosuf Islam terbesar di Barat,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
Ali,Yunasril,
Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991),
Daudy,
Ahmad, (ed.), Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1984),
Komentar
Posting Komentar